Jumat, 15 Maret 2013

Miracle Journey, review Luckty Giyan Sukarno


Semua yang diciptakan selalu ada tujuannya. Tapi tentu saja terkadang engkau boleh memilih. Kalau engkau tak ingin dengan kelebihan yang diberikan padamu, engkau bisa mengabaikannya bukan?” (hlm. 45)

Kofa pernah menjadi sangat indah. Dulu, dulu sekali. Salah satu desa kecil di utara Larantuka, Nusa Tenggara Timur ini, pernah menjadi sangat berbeda. Tidak gersang seperti desa-desa lainnya. Hujan, entah mengapa, kerap turun di sana. Membilas tanah dengan teratur sehingga sseperti menjadi sebuah kebiasaan. Tak heran bila Kofa begitu hijau. Tak hanya bunga bugenvil yang tumbuh di sana, hampir semua tanaman dapat mengakar. Seakan karang-karang yang ada di setiap jengkal tanahnya telah terkalahkan oleh geliat humus-humus yang begitu tipis.

Tak hanya sampai di situ, di empat penjuru desa, di empat celah bukit karang dan empat jalan masuk desa, ada empat mata air yang terus mengalir, atau lebih tepatnya menetes sepanjang tahun. Tetesan-tetesan ini, yang semula hanya berupa genangan kecil, lama kelamaan membentuk danau-danau, yang kemudian biasa dijadikan tempat bermain anak-anak.

Orang-orang yang mampir, atau tak sengaja mampir, kerap mengerutkan kening bila sudah berada di Kofa. Biasanya seiring dengan tarikan napas panjang saat menghirup udara Kofa dalam-dalam –seakan stok udara begitu tipisnya- mereka akan menanyakan keherahanan itu. Tapi, tak pernah ada yang bisa menjawab dengan pasti. Mungkin hanya beberapa orang tua yang masih hidup yang mampu menjawabnya. Mereka kerap menghubungkan keadaan Kofa dengan keadaan yang terjadi di masa lalu. Memang masih tetap terasa begitu kabut. Tapi dari kejadian yang kabur itu setidaknya mereka masih punya bayangan bagaimana Kofa bisa menjadi seperti sekarang. Ini dikarenakan adanya hujan debu yang melanda daerah ini beberapa tahun lalu. Hujan debu yang saat itu menggantikan tetes-tetes air hujan di kepala mereka…

Orang-orang tua akan selalu mengingat bahwa sejak hujan debu ini, Kofa perlahan-lahan berubah. Seperti putaran waktu yang bergeser, satu demi satu pigura mulai terlihat berubah. Lalu segala sesuatunya dihubung-hubungkan dengan hujan debu itu, karena mereka tidak bisa menjawab dengan pasti bagaimana perubahan itu bisa terjadi.

Awalnya mata mereka kerap tak sengaja melihat pantulan sinar di ujung-ujung dedaunan tanaman mereka. Begitu mereka mendekat untuk melihat, suasana sejuk langsung menyentuh kulit mereka yang panas. Lalu tanaman jagung, yang biasanya mereka tanam di pekarangan rumah terlihat tumbuh lebih cepat. Bijinya pun menjadi lebih besar. Tak heran sejak itu mulai sering ditemui para perempuan Kofa tengah menumbuk biji-biji jagung untuk dijadikan jagung titi di ambang pintu rumah.

Tidak hanya jagung, tanaman-tanaman lain pun tumbuh lebih cepat. Beberapa pohon yang belum pernah mereka lihat, tumbuh begitu saja memenuhi Kofa. Lalu mata air itu pun muncul.

Awalnya hanya berupa rembesan air di balik karang. Lalu air menetes tanpa henti dan menciptakan sebuah genangan. Ini agak aneh karena mata air tersebut muncul di empat sudut desa! Tak heran anak-anak Kofa yang tak pernah bermain-main dengan air sebelumnya kini memiliki kebiasaan baru. Mereka menjadi senang bermain air.

Demikian halnya dengan bocah kecil yang lahir pada awal hujan debu itu. Bocah dengan punuk di punggungnya, Kitta Kafadaru.

Aku ingin menjadi burung-burung yang bisa terbang bebas menuju langit tak bertepi, dan bersembunyi di balik awan… (hlm. 6)

Kitta Kafadaru adalah sosok istimewa yang terlahir dengan cahaya-cahaya di tangannya. Konon ia bisa menyembuhkan penyakit-penyakit yang diderita oleh orang-orang di desanya, Kofa. Namun, ternyata di balik keistimewaannya, ia terlahir tak sempurna dengan sebuah punuk di punggungnya.

Selama ini ia hanya menggenggam erat orang-orang yang sakit itu, sambil membacakan doa dalam hati. Tentu, bila akhirnya orang-orang itu sembuh, bukanlah karena dirnya, tapi karena Tuhan berbaik hati mengabulkan doanya. (hlm. 31)

Akibat pengelaman masa lalu yang memalukan, ia meninggalkan Kofa. Di perjalanan, Kitta Kafadaru kemudian bertemu dengan seorang lelaki tua yang selalu mengisahkan kisah-kisah ajaib padanya. Satu kisah tentang Matu Lesso, orang yang dapat memanggil hujan dengan menabur pasir di udara, kemudian seperti menginspirasi Kitta Kafadaru untuk menjadi manusia biasa, tanpa cahaya-cahaya di tangannya, dan juga punuk di punggungnya.

Beberapa kalimat favorit:
  1. “Tak ada masalah yang terlalu berat, atau yang terlalu ringan. Kalau terlalu berat, tentu kita takkan bisa menghadapinya, dan bila terlalu ringan, kita takut cenderung akan meremehkannya.” (hlm. 37)
  2. “Tentu saja semua orang punya beban hidup. Aku pun begitu. Tapi akhirnya aku bisa menyikapi semuanya. Engkau tahu, sebenarnya beban hidup akan membuat kita semakin tua.” (hlm. 39)
  3. Bukankah sangat sulit kalau terus tersenyum, kala kita benar-benar punya masalah? Bukankah senyum tersebut akan terasa palsu? (hlm. 22)

Diantara sekian banyak tokoh yang muncul dalam buku ini, favorit saya adalah Radius Mepe’. Lelaki yang merupakan warga baru di Kofa ini memang memiliki banyak koleksi buku, koran dan majalah. Jumlahnya hampir memenuhi satu rak besar. Ini jelas jauh lebih banyak dari buku-buku yang dimilikinya sekolahnya. Kitta Kafadaru sangat suka bila mendapat sesuatu yang baru dari buku. Dari sekian banyak buku yang dibacanya, beberapa mash diingatnya dengan jelas sampai hari ini.

Ada banyak pelajaran yang dapat kita petik dari pengalaman hidup yang dijalani oleh seorang Kitta Kafadaru. Menjadi seseorang yang berguna tidak harus berwujud sempurna.

“Ini tanah leluhur kita, kita tak bisa meninggalkannya begitu saja. Aku akan lebih memilih mati di sini, daripada harus meninggalkannya.” (hlm. 154)

Keterangan Buku:
Judul                : Miracle Journey
Penulis              : Yudhi Herwibowo
Penerbit            : PT Elex Media Komputindo
Terbit               : 2012
Tebal                : 174 hlm.
ISBN               : 978-602-02-0379-9


http://www.facebook.com/notes/luckty-giyan-sukarno/review-miracle-journey/10151267461372693

Tidak ada komentar:

Posting Komentar