Rabu, 06 Februari 2013

Miracle Journey; Kisah Perjalanan Penuh Keajaiban Kitta Kafadaru, review bacaanbzee

Judul : Miracle Journey; Kisah Perjalanan Penuh Keajaiban Kitta Kafadaru
Penulis : Yudhi Herwibowo
Penerbit : Elex Media Komputindo
Edisi : Cetakan pertama, 2013
Format : Paperback, 174 halaman

Bagaimana kisah itu bermula?
Mungkin… semua berawal dari hujan debu yang begitu panjang….

Kofa adalah sebuah desa di Nusa Tenggara Timur yang begitu hijau, jika dibandingkan dengan desa sekitarnya yang gersang. Hujan sering sekali turun, dan ada empat mata air yang terus mengalir di keempat penjuru desa. Keajaiban Kofa ini dimulai saat hujan debu beberapa waktu berselang, yang mengubah Kofa menjadi seperti sekarang.
Kitta Kafadaru tinggal di Kofa seumur hidupnya. Hari kelahirannya ditandai dengan hujan debu yang membuat Kofa menjadi indah. Bentuk tubuhnya tidak sempurna—ada punuk di punggungnya, namun dia memiliki keistimewaan. Tangannya memiliki kekuatan penyembuhan. Kitta Kafadaru tak pernah memilih untuk dilahirkan dengan keistimewaan, maupun kekurangan itu. Dia hanya menginginkan hidup ‘normal’ seperti orang lain. Sampai suatu hari, kekecewaan mendorongnya untuk melakukan perjalanan, keluar dari Kofa yang tak pernah ditinggalkannya sejak dia lahir.
Dalam perjalanan itu, Kitta Kafadaru mengalami berbagai kejadian aneh. Namun ada satu hal yang selalu diingatnya dalam perjalanannya itu, yaitu cerita Ame Tua tentang seorang penabur pasir yang bisa menurunkan hujan. Penabur pasir itu sama seperti dirinya, berkelana untuk merasakan hidup ‘normal’, seperti orang biasa. Maka dia hanya menggunakan keistimewaannya tersebut tiga kali saja, untuk hal-hal yang sangat dibutuhkan. Kitta Kafadaru pun berusaha mengikuti jejak sang pemanggil hujan tersebut.

“Ini memang sudah jalan hidupku. Seberapa kuat aku menghindarinya, atau mencoba menepisnya, aku akan tetap kembali ke jalan ini….” (hal.157)

Berkali-kali Kitta Kafadaru mengalami keadaan dimana dia harus menggunakan tangan penyembuhnya. Karena yang dihadapinya adalah orang-orang tak berdosa, orang-orang yang tersakiti, orang-orang yang kesembuhannya dapat mengubah banyak hal, mengubah keadaannya dan manusia di sekitarnya. Hati kecil Kitta Kafadaru mendorongnya untuk melakukannya. Tiga kali saja.
Kemudian bagaimana dengan orang keempat? Akankah Kitta Kafadaru tega meninggalkannya begitu saja, demi tekadnya untuk menjadi manusia biasa, sebagaimana sang pemanggil hujan?

“Namun yang pasti, aku selalu ingat dengan ucapan ayahku, Papae Toda dulu, kalau semua manusia selalu diciptakan dengan segenggam kebaikan, dan setitik ketidakbaikan.” (hal.123)

Sebagaimana subjudul buku ini, kita disuguhkan pada perjalanan yang penuh keajaiban. Baik itu keajaiban yang ditemui oleh Kitta Kafadaru, maupun keajaiban yang selalu dibawanya kemanapun dia pergi. Namun tidak hanya itu, ada yang jauh lebih penting daripada keajaiban, yaitu rasa kemanusiaan kita. Bagaimana kita menghargai kekurangan dan kelebihan diri sendiri, memilih jalan hidup yang kita yakini benar, dan berhenti menghakimi orang lain dari apa yang kita lihat dari luar.
Saya suka cara kisah ini ditulis, meski sulit bagi saya menyelesaikan buku tipis ini dalam dua-tiga kali duduk. Setiap menyelesaikan satu kisah, saya merasa harus berhenti sejenak. Rasanya seperti mengikuti perjalanan Kitta Kafadaru, dan setiap pemberhentian membutuhkan jeda untuk sekadar menarik napas. Sejujurnya, sejak awal membaca sinopsis buku ini, hingga pertengahan buku, saya sudah memiliki asumsi tentang apa yang akan saya temukan di akhir. Akan tetapi ternyata saya salah menebak, dan saya puas karena saya salah. Saya lega dengan apa yang terjadi pada akhir perjalanan Kitta Kafadaru, bahwa hidup itu tak selalu harus sama dengan harapan kita. Bahwa terkadang, apa yang kita yakini benar itu belum tentu benar-benar benar.
4/5 bintang untuk perjalanan penuh cahaya.

Lalu apa yang bisa engkau ceritakan tentang jejak-jejak yang terlihat di jalan setapak, dan pelan-pelan hilang tersapu angin? Sebagai pengingat kita untuk tak lagi melihat ke belakang? (hal.127)

*Novel ini diangkat dari enam buah cerpen oleh penulis. Salah satunya berjudul Kofa, yang pernah saya baca di kumpulan cerpen Mata Air Air Mata Kumari yang telah saya review juga di sini.


http://bacaanbzee.wordpress.com/2013/02/04/miracle-journey/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar